Selasa, 11 Oktober 2011

Hikmah di Balik Perintah Shalat dalam Islam




Shalat sebagai tiang agama merupakan amalah ibadah yang paling vital dalam islam disamping sebagai simbol identitas seorang muslim. Beberapa hikmah di balik perintah shalat
yaitu:

1. Shalat merupakan Rukun Islam
Teragung setelah Dua Kalimat
Syahadat (asy-Syahadatain).

Di dalam sebuah hadits, Nabi
shallallahualihi wasallam bersabda,
"Islam dibangun di atas lima hal;
Persaksian bahwa tiada Tuhan -
yang haq disembah- selain Allah
dan Muhammad adalah Rasulullah;
Mendirikan Shalat; Membayar zakat; Mengerjakan haji ke
Baitullah dan berpuasa
Ramadhan.” (Muttafaqun'alaih)

2. Shalat adalah Kembaran
Semua Kewajiban Dan Rukun-
Rukun.

Shalat merupakan ibadah yang
paling banyak disebut di dalam
al-Qur'an. Terkadang disebut
secara khusus (tersendiri),
seperti firman-Nya, artinya,
"Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan sore)
dan pada bahagian permulaan
malam." (Hd:114) Terkadang disebut berurutan
dengan sabar, seperti firman-
Nya, artinya,
"Hai orang-orang yang beriman,
mintalah pertolongan (kepada
Allah) dengan sabar dan shalat." (al-Baqarah:153).

Terkadang disebut berurutan
dengan zakat seperti firman-
Nya, "Dan dirikanlah shalat serta
bayarlah zakat.", dan banyak
lagi contoh lainnya.
Allah subhanahuwata’ala tidak menyebutkan shalat yang
digandengkan dengan kewajiban-
kewajiban lainnya melainkan Dia
mendahulukan shalat atas
selainnya.

3. Shalat merupakan Induk
Semua Ibadah.

Nabi shallallahualihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya di
dalam shalat itu terdapat
kesibukan." (Muttafaqun'alaih) Artinya, seorang yang sedang
melakukan shalat dilarang
makan, minum, menoleh dan
banyak bergerak. Ini tentunya
berbeda dengan ibadah-ibadah
lain selain shalat yang hanya diwajibkan atas sebagian
anggota badan saja. Orang yang
berpuasa misalnya, masih boleh
untuk berbicara, seorang
mujahid masih boleh menoleh-
noleh dan berbicara, seorang yang melakukan haji masih boleh
makan dan minum namun shalat
tidak demikian. Di dalamnya
terdapat berbagai jenis bentuk
ibadah yang lengkap; ibadah
hati, akal, badan dan lisan. Ibadah lisan tercermin pada
ucapan syahadatain, takbir,
ta'awwudz, basmalah, bacaan al-
Qur'an, tasbih, tahmid, istighfar
dan doa-doa. Ibadah anggota
badan terefleksi pada aktivitas berdiri, ruku', sujud, i'tidal
(bangun dari ruku' ), turun untuk
sujud, mengangkat tangan dan
duduk. Ibadah akal terefleksi
pada aktivitas berfikir,
merenungi (tadabbur) dan memahami. Sedangkan ibadah
hati terefleksi
pada kekhusyu'an,
rasa takut, rasa ingin mendapat
pahala, kenikmatan, ketundukan
dan tangis (karena rasa takut
kepada Allah subhanahuwata’ala).

4. Shalat merupakan Wasiat
Terakhir Rasulullah shallallahu
‘alihi wasallam.

Dalam detik-detik terakhir
keberadaannya di alam fana' ini
dan di saat-saat menghadapi
sakaratul maut, Rasulullah hanya
berwasiat tentang shalat dan
masalah budak saja. Hal ini sebagaimana dalam hadits shahih
yang diriwayatkan dari 'Ali
radhiyallahuanhu, dia berkata, "Adalah kata terakhir Rasulullah
shallallahualihi wasallam, 'Dirikanlah Shalat, Dirikanlah
shalat. Takutlah kamu kepada
Allah terhadap para budak
kamu."


5. Shalat merupakan Cermin
Amalan Seorang Muslim dan
Neraca Seberapa Agung ad-Dien
di Hati Seorang Mukmin.

Shalat merupakan neraca yang
melaluinya manusia mengukur
seluruh amalannya; apakah
bertambah atau berkurang
sebagaimana halnya alat periksa
yang digunakan seorang dokter untuk memonitor tekanan darah
pasiennya. Dari Anas radhiyallahuanhu bahwasanya Nabi shallallahu
‘alihi wasallam bersabda, "Hal pertama yang akan dihisab
(diperhitungkan) terhadap
seorang hamba pada hari Kiamat
kelak adalah shalat; bila ia baik
(layak) maka akan baiklah
seluruh amalannya dan bila ia rusak, maka akan rusaklah
seluruh amalannya." Sebelum penilaian sisi keunggulan
dilakukan terhadap hal-hal lain
seperti dalam keilmuan dan
kecerdasan, maka hal paling
pertama yang dijadikan tolok
ukur keunggulan antar sesama manusia adalah kondisi shalatnya.
Inilah tolok ukur yang benar dan
dengannya seseorang dinilai
tingkat keberagamaan dan
kedudukannya dalam Islam. Sesungguhnya setiap orang yang
menganggap ringan dan
meremehkan shalat, maka pasti
ia juga menganggap ringan dan
meremehkan dien al-Islam, sebab
ukuran seseorang dalam Islam itu disesuaikan dengan ukuran dari
shalatnya. Bila anda ingin
mengetahui kadar keinginan
anda terhadap Islam, maka
periksalah keinginan shalat anda
sebab kadar keislaman di hati anda adalah seukuran kadar
shalat yang ada di dalamnya. Bila
anda ingin mengukur keimanan
seorang hamba, maka lihatlah
seberapa besar ia
mengagungkan shalat. Rasulullah shallallahualihi wasallam bersabda dalam sebuah
hadits Hasan,
"Siapa saja yang ingin
mengetahui apa yang
didapatkannya di sisi Allah, maka
hendaklah ia melihat seberapa besar (kewajiban) terhadap Allah
mendapat perhatiannya."
Al-Hasan al-Bashri berkata,
"Wahai Anak Adam, apa lagi yang
kau banggakan dari agamamu
bila shalat telah kau remehkan."

6. Shalat merupakan
Keterbebasan dari Kemunafikan.

Dalam hal ini, Rasulullah
shallallahualihi wasallam bersabda,
"Barangsiapa yang mendirikan
shalat sebanyak 40 hari secara
berjama'ah, ia (selalu)
mendapatkan takbir pertama,
niscaya akan dicatat baginya dua keterbebasan: keterbebasan
dari api neraka dan
keterbebasan dari
kemunafikan.
" (Hadits Hasan)

7. Shalat merupakan Cahaya,
Bukti (Hujjah) dan
Kecemerlangan.

Shalat merupakan cahaya yang
menghilangkan tindakan aniaya
dan kebatilan. Ia memancarkan
cahaya, menjadikan elok dan
kecemerlangan bagi pelakunya -
sebagaimana yang dapat dirasakan sendiri oleh kita-
serta menyinari kuburan
pelakunya. Hal ini sebagaimana
yang dikatakan Abu ad-Dard'
radhiyallahuanhu, "Shalatlah kamu dua raka'at di kegelapan
malam untuk (menyinari)
kegelapan kuburanmu
." Demikian
juga, ia akan berkelap-kelip
kelak di hari Kiamat yang
memancar dari jidat pelakunya. Rasulullah shallallahualihi wasallam bersabda, "Shalat itu
adalah nur (cahaya)."
(HR.Muslim) Dalam sabdanya yang lain,
”Shalat itu adalah bukti (Hujjah) ." Yakni bukti bagi keimanan
pelakunya.

8. Shalat merupakan Anugrah
Rabbani.

Shalat memiliki keistimewaan tak
terhingga atas ibadah wajib
lainnya, sebab Allah subhanahu
wata’ala sendiri yang telah mewajibkannya karena
mengagungkan kedudukannya.
Lalu, Rasulullah shallallahualihi wasallam sendiri pula yang
langsung menerima perintah
tersebut dari Allah subhanahu
wata’ala tanpa perantara, yakni pada malam Isra'. Karena
itu, ia adalah anugrah Rabbani
yang dianugrahkan-Nya kepada
Nabi dan kekasih-Nya,
Muhammad shallallahualihi wasallam pada malam yang
begitu agung sebagai bentuk
imbalan kepada beliau atas
ibadahnya yang tulus kepada
Rabbnya.

Sekedar pengingat, silakan dibaca juga Sang waktu.

(Sumber: Ash-Shaih, Limadza/Muhammad bin Ahmad al-Miqdam, Dr.Thayyibah, Mekkah
al-Mukarramah, Cet.II,1415 H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar